Di tengah terik dan dinginnya hari-hari, langkah letihku tercoreng oleh sejuta nuansa perang yang tak bisa aku menangkan…
Seorang tua yang berjalan bungkuk tertopang tongkat kayu dan membawa sekantong buah di pundaknya lalu menghampiri dan bertanya
Orang Tua : “Hai bocah, mau kemanakah engkau?”
Aku : “Aku akan pergi kemana pun sampai aku temukan yang aku cari”.
Orang Tua : “Ikutlah denganku, karena yang kau cari sangatlah dekat denganmu”
Aku : ”Baiklah...”
Dibawah pohon rindang kami berteduh dan Dia membuka kantongan buahnya dan menyerahkanya padaku.
Aku : ”Untuk apa ini?”
Orang Tua : ”Makanlah sepuasnya, asal kau memenuhi syaratku”
Aku : ”Apa syaratmu?”
Orang Tua : ”Aku mendengar seorang Rasul mengatakan ”makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang”. Aku ingin kau mengikuti perkataan Rasul itu”
Aku : ”Baiklah”
Aku memakan beberapa dari buah yang di tawarkannya, sisanya aku menyerahkanya kembali, kemudian Dia pergi dan tak menoleh kebelakang lagi.
Aku bingung pada perkataan orang tua tadi, karena Dia mengetahui kalau aku sedang membutuhkan makanan...
Seekor kelinci berjingkrak dihamparan rumput hijau, dengan enggan menuju kepadaku dan menyapa
Kelinci : ”Hai Manusia, apa yang kau cari?”
Aku : ”Entahlah, tapi setidaknya aku merasa senang melihatmu”
Kelinci : ”Apa yang menarik dariku hingga kau merasa senang?”
Aku : ”Kau mengingatkan aku akan seorang sahabat, Dia berkata bahwa daging seekor kelinci sangatlah nikmat”
Kelinci : ”Jika kau mau, aku merelakan dagingku kau makan asal dengan satu syarat”
Aku : ”Apa syaratmu?”
Kelinci : ”Sembelihlah aku dengan izi dari Tuhanku”
Aku : ”Aku penuhi syaratmu”
Memang benar apa yang dikatakan oleh sahabatku, daging kelinci amatlah nikmat, sayang kelinci tersebut hanya satu ekor...
Seorang penunggang kuda wanita yang berjubah putih bergerak kencang dari arah belakangku lalu berhenti dan berkata
Penungang kuda : “Hai kawan, sebaiknya bergegaslah sebelum terlambat. Kudaku hanya satu, tapi ini bisa membawa kita menuju sebuah harapan yang selama ini di cari”
Aku : “Jubahku sangat lusuh dan kotor, sementara jubahnmu putih bersih dan wangi. Aku tak mau membuatmu malu dengan kondisiku yang seperti ini”.
Penunggang kuda : “Aku akan memberimu pakaian yang baru, bahkan membersihkan pakaian yang kau kenakan sekarang, asal kau memenuhi syaratku”
Aku : “Apa syaratmu?”
Penunggang kuda : ”Kau harus menunggangi kuda ini”
Aku : ”Tapi, aku tak mahir menunggangi kuda”
Penunggang kuda : ”Tenanglah kita akan menunggang bersama dan ingatlah, aku selalu berada di belakangmu”
Bukit, hutan dan lembah, kami lalui dengan menunggang kuda bersama. Tibalah kami di sebuah kampung yang entah apa namanya, dimana ruang dan waktu tak pernah menentu. Kadang gelap, kadang terang, kadang dingin, kadang panas. Kami tak pernah berpijak, dan hanya melayang menuju kata hati...
Beberapa saat kami melayang bersama, tampaklah Orang Tua yang pernah memberiku buah dan seekor Kelinci yang merelakan daginnya untuk aku makan. Mereka menyambut kami dengan bahagia, seakan rasa rindu yang terpendan lamanya kini menemukan tautannya.
Mereka mengajak kami memasuki sebuah ruangan yang besar, dan menyuruhku duduk di sebuah kursi kayu Gaharu yang menebar wangi di seluruh ruangan, sementara Orang Tua, Kelinci dan Wanita Penunggang Kuda duduk berhadapan denganku.
Mereka menasehatiku...
Otang tua : ”Istrahalah sejenak, perjalananmu masih panjang dan ingatlah bahwa segala sesuatu yang ada didunia, pastilah akan tiada. Tuhan telah menentukan jalan hidup kita masing-masing, dan kita berhak menentukan jalur mana yang akan kita pilih. Kau telah mendapatkan apa yang kau butuhkan ; makanan yang akan membuat perutmu tidak kelaparan...”
Kelinci : ”Dagingku yang nikmat untuk penambat rasa di lehermu”
Penunggang Kuda : ”Aku yang selalu melayani, menemani, memotifasi, mendengarkan, memberi dukungan, menasehati sampai kita tiada nantinya...”
Orang Tua : ”Yang kau butuhkan didunia telah kau dapatkan, selebihnya rezkimu adalah milik sebagian orang. Maka perbanyaklah amalmu sebelum kau dipanggil-Nya...
Label: Tulisan

0 komentar:
Posting Komentar